--> BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH | SIPILKUSIPILMU

Thursday, 10 February 2022

BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

| Thursday, 10 February 2022

 BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

(BAYU IRAWAN)

Melalui pemikiran Ki Hajar Dewantara, beliau memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab, maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. KHD juga mengingatkan bahwa dalam menuntun kodrat anak harus disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam adalah lingkungan alam tempat peserta didik berada baik itu kultur budaya maupun kondisi alam geografisnya. Sedangkan kodrat zaman adalah perubahan dari waktu kewaktu. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Atau bisa dikatakan muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara antara lain beliau menanamkan akan adanya cipta rasa dan karsa yang berjalan selaras sehingga pengajaran seyogyanya harus berpihak pada peserta didik. Dan dengan berpedoman pada semboyan beliau " ING NGARSO SUNG TULADHA, ING MADYA MANGUN KARSA, TUT WURU HANDAYANI ", yang berarti sebagai seorang pendidik sewajibnya bisa memberikan contoh yang baik bagi peserta didiknya, memberi dan membangkitkan semangat dan mendorong peserta didik agar mempunyai ketrampilan sekaligus pengetahuan yang baik, berbudi pekerti serta mempunyai jiwa patriotisme / semangat dalam membangun bangsa.

Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaaan. Ki Hajar Dewantara membuat 2 koneksi yang tidak bisa dipisahkan, yaitu pendidikan dan kebudayaan, 2 hal tersebut merupakan koneksi yang utuh. Untuk mencapai kebudayaan yang kita impikan kita memerlukan penddikan sebagai landasannya. Pendidikan adalah landasan untuk pembentukan kebudayaan suatu bangsa. Pendidikan yang kita lakukan adalah tidak hanya untuk memberikan nilai anak yang bagus, menyampaikan suatu pelajaran tapi juga untuk menjemput kebudayaan yang kita inginkan. Jadi pekerjaan guru adalah pekerjaan untuk membentuk peradaban.

Jika pendidikan  kita lakukan secara seimbang, maka akan menghasilkan kesempurnaan budi pekerti dan membawa anak kepada kebijaksanaan. Pendidikan adalah pendidik yang memandang anak dengan rasa hormat.

Akar pemikiran Ki Hajar Dewantara yang saya pelajari menempatkan kemerdekaan sebagai syarat dan juga tujuan membentuk kepribadian serta kemerdekaan batin bangsa Indonesia agar peserta didik selalu kokoh berdiri membela perjuangan bangsanya. Untuk itu, di mata Ki Hajar Dewantara, bahan-bahan pengajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan hidup rakyat. Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak boleh dimaknai sebagai paksaan. Beliau menginginkan peserta didik harus mengunakan dasar tertib dan damai, tata tenteram dan kelangsungan kehidupan batin, kecintaan pada tanah air menjadi prioritas. Karena ketetapan pikiran dan batin itulah yang akan menentukan kualitas seseorang. Memajukan pertumbuhan budi pekerti, pikiran merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, agar pendidikan dapat memajukan kesempurnaan hidup. Yakni, kehidupan yang selaras dengan perkembangan dunia tanpa meninggalkan jiwa kebangsaan.

Di sekolah saya, banyak guru yang masih hanya berfokus pada daya cipta (SMK) dan kurang memahami kebutuhan peserta didiknya, hal tersebut harus segera diubah. Dalam konteks kelas banyak guru di sekolah saya yang memberikan hukuman ke siswanya pada saat proses pembelajaran di kelas. Padahal dari pemikiran Ki Hajar Dewantara beliau  tidak memberikan hukuman-hukuman kepada siswa, lebih sabar dalam membimbing, mengenali lebih dalam karakter dan latar belakang siswa (keluarga/lingkungan) dengan menjalin komunikasi dengan orang tuanya. Sebelum mempelajari pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya percaya bahwa dengan tindakan-tindakan tegas dan menghukum  siswa bisa merubah perilakunya. Tapi perubahan yang terjadi cuma didasari oleh rasa takut dan bersifat sementara, bukan atas kesadaran pribadinya. Saya belum sepenuhnya menyadari akan keberadaan kodrat alam sang anak, sehingga sering jengkel ketika ada anak yang lamban dalam satu pelajaran.

Setelah mempelajari pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara, pemikiran yang berubah dari saya adalah bahwa saya harus membangun budaya positif di sekolah saya sehingga hal tersebut dapat membawa perubahan tidak hanya kepada peserta didik namun juga kepada sekolah.

Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali.

Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan, padahal jika disiplin dilakukan dengan tepat keadaannya tidak seperti itu. Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)

Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.

Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. Disiplin positif yang dilakukan terus menerus maka akan menjadi budaya positif. Pada dasarnya, penerapan budaya positif juga merupakan cara untuk mewujudkan visi yaitu “Mewujudkan murid yang memiliki profil pelajar Pancasila dan lingkungan yang merdeka belajar”. Untuk mencapai visi tersebut, saya Bersama siswa menerapkan budaya positif dikelas yang berupa Keyakinan Kelas. Saya Bersama siswa dalam suatu kelas membuat kesepakatan kelas yang akan disepakati bersama, diyakini bersama, dan dilaksanakan bersama. Keyakinan kelas ini merupakan hasil diskusi saya bersama siswa satu kelas, sehingga setelah keyakinan kelas ini dirumuskan mereka mempunyai rasa tanggungjawab untuk menjalankannya

Related Posts

1 comment:

  1. How to play Roulette | Casino Sites
    Roulette 토토 배당률 is keyhanvila.com one of the fastest-growing casino 야구 사이트 games. Roulette is a casino game played by two teams 영앤 리치 먹튀 of two w88 com login or more players in a casino.

    ReplyDelete